In the period between November 2019 and February 2020, a total of 100 indigenous women in five locations — Boven Digoel and Unurum Guay Districts, Jayapura District in Papua Province; Kebar, Tambrauw Regency; Tomage, Fakfak Regency; and Sorong District in West Papua Province — involved in participatory action research (PAR) facilitated by AJAR and Papuan Women’s Working Group (PWG). The PAR process provided opportunities to listen and learn from women’s reflections on their stories, as well as on the social and environmental issues they face on a daily basis. The policy paper produced through this workshop process and focused on the impact of indigenous Papuan women on natural resources policies under Papua’s Special Autonomy.
“Perluasan Sektor-Sektor Sumber Daya Alam dibawah Otonomi Khusus Papua: Dampak Tidak Berimbang bagi Perempuan Adat Papua”
Menjelang berakhirnya 20 tahun pelaksanaan Otonomi Khusus bagi Papua (Undang-Undang Tahun 21/2001), ketegangan-ketegangan terkait masa depan pasca Otonomi Khusus meningkat. Manakala banyak orang asli Papua melihat Otonomi Khusus sebagai kegagalan yang harus diganti dengan langkah-langkah konkret menuju penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, pandangan yang lebih moderat melihat bahwa berakhirnya undang-undang tersebut menjadi kesempatan untuk menegosiasikan ulang otonomi dan membuat janji-janji nyata demi masa depan Orang Asli Papua terutama perempuan, yang lebih baik.
Kegagalan otonomi khusus menimbulkan berbagai dampak bagi perempuan adat Papua, antara lain:
- Timbulnya perluasan perkebunan
- Hilangnya tanah adat dan ketahanan pangan
- Adanya migrasi dan pergeseran kependudukan
- Terjadinya konflik antar-suku
- Angka korupsi yang semakin meningkat
- Meningkatnya militerisasi
Adapun berbagai rekomendasi timbul untuk menanggapi permasalahan-permasalahan tersebut, antara lain dengan meninjau kembali pendanaan Otonomi Khusus, memastikan distribusi di masa mendatang dilakukan secara transparan dan secara efektif menargetkan kesejahteraan masyarakat asli Papua, terutama kelompok-kelompok rentan, seperti kaum perempuan.
Baca lebih lanjut berdasarkan riset kami, mengenai rekomendasi bagaimana mengembangkan mekanisme-mekanisme yang memprioritaskan masyarakat asli Papua, terutama kaum perempuan, untuk pendidikan, beasiswa dan kesempatan- kesempatan kerja.