In the period between November 2019 and February 2020, in a total of 100 indigenous women in five locations — Boven Digoel and Unurum Guay Districts, Jayapura District in Papua Province; Kebar, Tambrauw Regency; Tomage, Fakfak Regency; and Sorong District in West Papua Province — involved in participatory action research (PAR) facilitated by AJAR and Papuan Women’s Working Group (PWG). The PAR process provided opportunities to listen and learn from women’s reflections on their stories, as well as on the social and environmental issues they face on a daily basis. The policy paper produced through this workshop process and focused on the impact of indigenous Papuan women on natural resources policies under Papua’s Special Autonomy.
Policy Brief: Indigenous Papuan Women’s Rights and Traditional Forests under Siege (English)
Hak-Hak Perempuan Adat Papua dan Hutan-Hutan Adat yang Terkepung
Pada periode November 2019 – Februari 2020, sejumlah 100 perempuan adat Papua di lima lokasi — Kabupaten Boven Digoel dan Unurum Guay, Kabupaten Jayapura di Provinsi Papua; lalu Kebar, Kabupaten Tambraw; Tomage, Kabupaten Fakfak; dna Kabupaten Sorong di Provinsi Papua Barat — terlibat dalam riset aksi partisipatoris yang difasilitasi oleh AJAR dan Papuan Women’s Working Group (PWG). Proses workshop dalam PAR ini membuka kesempatan untuk saling mendengar dan belajar ketika para perempuan diajak untuk merefleksikan cerita mereka, juga isu-isu sosial dan lingkungan yang mereka hadapi sehari-hari. Kertas kebijakan yang dihasilkan melalui proses workshop ini membahas hak-hak perempuan adat Papua dalam hukum adat dan proses pengambilan keputusan di Papua.