News & Updates 24 April 2018

Launch of AJAR partner’s photobook on Timorese stolen children in Makassar, South Sulawesi

“I’ve always dreamed of being reunited with [my] family there, and I’ve always made efforts to do it.” – Antoni, a stolen child of Timor-Leste

Nahebiti: A Tetun phrase that literally means to “roll out the mat,” referring to traditional Timorese reconciliation gatherings

More and more stolen children of Timor-Leste are speaking out about their experiences of the East Timor conflict in 1975-1999—and their dreams of reuniting with their families. On 16 April 2018, the Labarik Lakon (stolen children) community launched their photobook “Nahebiti” with a discussion on ways to resolve the human rights violations of the past conflict in Timor-Leste, including the separation of Timorese stolen children from their families. This launch was held at the University of Hasanuddin in Makassar, South Sulawesi. Discussion panelists included AJAR’s Indria Fernida, KontraS Sulawesi’s Asyari Mukrim, University of Hasanuddin professor Agussalim Burhanuddin, and Kaoka, a stolen child who spoke about her experiences of being taken from her families in 1978.

The photobook and the event made it clear that the Indonesian and Timor-Leste governments have an unfinished business to provide justice for the stolen children of Timor-Leste, including acknowledging their truth, assisting them to reunite with families in Timor-Leste, and guaranteeing that they will never have to experience violence again.

“Nahebiti” is published by the Labarik Lakon community, with the support from AJAR and KontraS Sulawesi. Download the PDF here (available in Indonesian).


“Selalu ada bayangan akan dipertemukan kembali dengan keluarga di sana, dan selalu ada usaha untuk melakukannya.” –Antoni, seorang anak Timor-Leste yang dicuri.

Nahebiti: Sebuah frasa Tetun yang memiliki arti harafiah “menggelar tikar”, merujuk pada pertemuan rekonsiliasi tradisional Timor.

Semakin banyak anak-anak Timor-Leste yang dicuri berbicara tentang pengalaman mereka ketika konflik Timor Timur pada tahun 1975-1999 –dan impian mereka untuk bersatu kembali dengan keluarga mereka. Pada 16 April 2018, komunitas Labarik Lakon (anak-anak yang dicuri) meluncurkan buku foto mereka “Nahebiti” dengan sebuah diskusi mengenai cara-cara menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia dalam konflik masa lalu di Timor-Leste, termasuk pemisahan anak-anak Timor dari keluarga mereka. Acara peluncuran ini diselenggarakan di Universitas Hasanuddin di Makassar, Sulawesi Selatan. Para panelis dari diskusi ini adalah Indria Fernida (AJAR), Asyari Mukrim (KontraS Sulawesi), Agussalim Burhanuddin (dosen Ilmu Hub. Internasional Universitas Hasanuddin), dan Delina (anak yang dicuri) yang menceritakan mengenai pengalamannya ketika diambil dari keluarganya pada tahun 1978.

Buku foto dan acara ini memperlihatkan dengan jelas bahwa pemerintah Indonesia dan Timor-Leste masih memiliki urusan yang belum selesai untuk memberikan keadilan bagi para anak-anak Timor-Leste yang dicuri, termasuk mengakui kebenaran, membantu mereka untuk bersatu kembali dengan keluarga di Timor-Leste, serta memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan mengalami kekerasan lagi.

“Nahebiti” diterbitkan oleh komunitas Labarik Lakon, dengan dukungan dari AJAR dan KontraS Sulawesi. Unduh PDFnya disini.