Press Release

Indonesia: Pameran Nasional Learning Humanity, Unlearning Impunity

Jakarta, Indonesia, 1 September 2022 — Ketika para penyintas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terus menunggu, puluhan tahun kemudian, untuk mendapatkan pengakuan dan keadilan, kaum muda bergerak untuk mengambil tindakan sendiri. Berbekal pena dan telepon genggam, mereka menjangkau lintas-generasi, untuk mendengarkan kisah kehidupan yang dialami oleh para penyintas.

AJAR (Asia Justice and Rights) mengajak lebih dari 70 anak muda dari Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan untuk menyerap dan mendokumentasikan sejarah kelam Indonesia melalui cerita sekitar 100 orang penyintas dari komunitas mereka. Selama satu tahun program ini berjalan di empat area terpapar konflik kekerasan dan pelanggaran HAM masa lalu, AJAR bertemu dengan anak-anak muda dengan karakteristik serta akar konflik yang berbeda. Di Yogyakarta, kami bertemu dengan anak muda generasi kedua dan ketiga dari tragedi kemanusiaan yang memakan satu juta orang korban pada tahun 1965; dari timur Indonesia kami bertemu dengan teman-teman yang harus menjadi korban penculikan anak-anak dan pemindahan paksa dari zona perang di Timor-Timur (sekarang Timor-Leste); serta akhirnya perjalanan kami mempertemukan kami dengan anak muda yang terpapar peristiwa konflik kekerasan komunal di Poso. 

Pameran ini menampilkan karya-karya seni yang diciptakan oleh kaum muda sebagai respon mereka terhadap kehidupan para penyintas–sebelum, pada saat ,dan sesudah pelanggaran HAM dialami. Ika Vantiani, seniman yang turut berproses bersama dengan anak muda di Yogyakarta, Makassar, dan Poso menampilkan karya kolase berjudul “Melihat Kolase Bekerja: Visual Baru dari Trauma Masa Lalu” yang memperlihatkan bagaimana kolase dapat  menjadi media untuk merekam dan menceritakan ulang kasus pelanggaran HAM di Indonesia—dalam beberapa prosesnya bahkan dapat menjadi medium untuk pembelajaran lintas generasi dari penyintas kepada anak muda partisipan program ini. Seniman Ika Vantiani mengelaborasi “seni dapat digunakan untuk bicara mengenai hak asasi manusia, kolase dapat menjadi medium untuk bicara mengenai cerita korban dan juga generasi muda. Dengan itu, kita semua dapat menjadi human rights defenders, karena HAM adalah milik semua orang.

Pameran ini juga menampilkan berbagai karya dari seniman lain, seperti karya Muhammad Rais dari Makassar yang berjudul “Refleksi” menggunakan media campuran dan instalasi interaktif yang mendistorsi ruang dan suara penyintas. Karya audiovisual @Humanityouth, anyaman, dan foto mengenai isu pengungsi Rohingya, dan karya dari 10 seniman muda perempuan dari Papua berdasarkan sebuah penelitian aksi partisipatif bersama Papuan Women’s Working Group (PWG) tentang pengambilan tanah dan hutan.

Pameran berlangsung dari 26-28 Agustus 2022 di Network+, sebuah ruang kreatif yang berlokasi di Jakarta Pusat. Pada tanggal 26 Agustus 2022 pameran ini dibuka dengan kata sambutan oleh seniman Ika Vantiani dan Galuh Wandita, Direktur AJAR, dan ditutup dengan penampilan oleh Jinan Laetitia, seorang musisi pop dengan gaya eksentrik asal Bogor. Menampilkan album pertamanya, Jinan Laetitia akan membawa audiens bersamanya dalam pencarian jati dirinya.

Tanggal 27-28 Agustus, AJAR menghadirkan pemutaran film “Lagu untuk Anakku” dan mengundang Dialita (Di Atas Lima Puluh Tahun)—sebuah kelompok musik yang beranggotakan ibu-ibu penyintas tragedi 1965. AJAR juga mengundang teman-teman masyarakat sipil dalam serangkaian acara diskusi serta peluncuran laporan “Jalur Menuju Keadilan Transisi di Indonesia: Agensi Korban Menghadapi Impunitas”—sebuah penelitian yang kami kerjakan bersama dengan Impunity Watch. Selengkapnya mengenai rangkaian acara pada tanggal 27-28 Agustus 2022 dapat diakses di instagram @humanityouth dan @asiajusticerights. 

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:

Raisa Widiastari 

Asia Justice and Rights

Telepon dan WhatsApp: +62857-1050-8836 | Email: rwidiastari@asia-ajar.org