Press release

Indonesia-Timor-Leste: Menyeka Air Mata Kehilangan — Menyusuri Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Konflik Timor-Leste – Indonesia

“Selalu ada bayangan akan dipertemukan kembali dengan keluarga di sana, dan selalu ada usaha untuk melakukannya.” 

– Antoni, seorang anak Timor-Leste yang dicuri

Semakin banyak anak-anak Timor-Leste yang dicuri berbicara tentang pengalaman mereka ketika konflik Timor Timur pada tahun 1975-1999 –dan impian mereka untuk bersatu kembali dengan keluarga mereka. Pada 16 April 2018, komunitas Labarik Lakon (anak-anak yang dicuri) meluncurkan buku foto mereka Nahebiti dengan sebuah diskusi mengenai cara-cara menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia dalam konflik masa lalu di Timor-Leste, termasuk pemisahan anak-anak Timor dari keluarga mereka. Acara peluncuran ini diselenggarakan di Universitas Hasanuddin di Makassar, Sulawesi Selatan. Para panelis dari diskusi ini adalah Indria Fernida (AJAR), Asyari Mukrim (KontraS Sulawesi), Agussalim Burhanuddin (dosen Ilmu Hub. Internasional Universitas Hasanuddin), dan Delina (anak yang dicuri) yang menceritakan mengenai pengalamannya ketika diambil dari keluarganya pada tahun 1978.

Judul buku foto Nahebiti diambil dari sebuah frasa Tetun yang memiliki arti harfiah “menggelar tikar”, merujuk pada pertemuan rekonsiliasi tradisional Timor.

Diskusi publik yang mengiringi peluncuran buku foto “Nahebiti” di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, 16 April 2018.

Buku foto dan acara ini memperlihatkan dengan jelas bahwa pemerintah Indonesia dan Timor-Leste masih memiliki urusan yang belum selesai untuk memberikan keadilan bagi para anak-anak Timor-Leste yang dicuri, termasuk mengakui kebenaran, membantu mereka untuk bersatu kembali dengan keluarga di Timor-Leste, serta memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan mengalami kekerasan lagi.

Nahebiti diterbitkan oleh komunitas Labarik Lakon, dengan dukungan dari AJAR dan KontraS Sulawesi.