Jakarta, Indonesia, 21 Desember 2023 – Asia Justice and Rights (AJAR) mengucapkan selamat kepada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR Aceh) dan seluruh masyarakat Aceh atas peluncuran Laporan Temuan bertajuk Peulara Damèe: Merawat Perdamaian dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, 12 Desember 2023. AJAR menyambut baik upaya untuk menghadirkan kembali harapan dan keadilan bagi korban peristiwa kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Aceh sepanjang 1976-2005 melalui laporan ini, serta menyoroti lambannya upaya pemenuhan dan perlindungan HAM di Indonesia. Berbagai fakta temuan yang dikumpulkan KKR Aceh menjadi bagian penting perjalanan bersama untuk merawat perdamaian dan meluruskan sejarah di Serambi Mekah.
Direktur Eksekutif AJAR, Galuh Wandita, menyatakan pentingnya momentum peluncuran laporan ini untuk menyemai damai di Aceh, demi pemenuhan kebenaran dan keadilan bersama. “Peluncuran laporan temuan ini mengukuhkan pengakuan formal terjadinya kejahatan kemanusiaan serta adanya korban pelanggaran HAM berat di Aceh yang masih terus menunggu keadilan. Momentum ini menjadi fondasi penting bagi upaya pemenuhan kebenaran di Indonesia, dan wilayah konflik di Asia bahkan dunia.”
AJAR, dalam kapasitas sebagai mitra strategis KKR Aceh sejak 2013, bersama berbagai organisasi masyarakat sipil turut menyaksikan proses panjang selama 2016 hingga 2021 untuk mendokumentasikan 4.675 pernyataan saksi dan korban dari total 5.195 pernyataan yang terkumpul. Beberapa kesaksian di antaranya berhasil didokumentasikan melalui tiga acara dengar kesaksian di Pendopo Gubernur Banda Aceh (November 2018), Gedung DPRK Aceh Utara (Juli 2019) dan DPR Aceh (November 2019) yang disaksikan disaksikan oleh Pemerintah, Pemerintah Aceh, DPR Aceh, DPRK, Pemerintah Kabupaten/Kota, akademisi, mahasiswa, pelajar, perwakilan kedutaan, TNI-Polri, dan masyarakat sipil serta para ahli. Sebuah proses partisipatif yang bertumpu pada perdamaian yang berkeadilan dan bermartabat khususnya bagi para penyintas konflik, serta mencegah peristiwa serupa tidak terulang kembali di masa depan – proses yang tercatat dalam hasil akhir laporan temuan.
Dalam Peulara Damèe, Komisi menyimpulkan terjadinya pelanggaran unsur-unsur hukum HAM internasional dalam Kejahatan terhadap Kemanusiaan dan Kejahatan Perang dalam kurun waktu konflik di Aceh sepanjang 1976-2005 yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia, pelanggaran hukum atas proteksi masyarakat sipil dari Konvensi Jenewa yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka, serta keterlibatan dan pertanggungjawaban perusahaan internasional dalam konflik ini. Laporan setebal 232 halaman ini juga memberikan analisis mendalam dalam satu bab khusus terhadap empat bentuk tindak kekerasan, yaitu penyiksaan, kekerasan seksual, pembunuhan dan penghilangan paksa yang terjadi sepanjang konflik bersenjata berlangsung.
Ketua KKR Aceh, Masthur Yahya, juga menyampaikan harapan atas peluncuran laporan temuan ini, sebagai bagian dari upaya mengungkap kebenaran. “Kami berharap para korban pelanggaran HAM di Aceh akan memahami bahwa cerita-cerita yang mereka sampaikan kepada KKR Aceh sangat berharga bagi generasi mendatang. Generasi penerus Aceh harus tahu apa yang terjadi di masa lalu. Kami, yang masih hidup, memiliki tanggung jawab untuk menghidupkan kembali kebenaran yang terkubur oleh perang dan kekerasan.”
Terbentuknya KKR Aceh sendiri merupakan sebuah terobosan yang didukung masyarakat sipil, sebagai satu-satunya komisi kebenaran formal di Indonesia, yang digagas dan lahir berdasarkan Nota Kesepahaman Damai (Memorandum of Understanding Helsinki 15 Agustus 2005) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Substansi MoU Helsinki khusus tentang KKR Aceh kemudian diadopsi ke dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA). Dalam perjalanannya, atas desakan masyarakat sipil KKR Aceh akhirnya dapat dibentuk pada akhir Oktober 2016 berdasarkan Qanun Aceh Nomor 17 tahun 2013. Komisioner Periode Pertama telah menyelesaikan tugasnya hingga tahun 2021, dan saat ini Komisioner Periode Kedua akan menjalankan mandat kerja KKR Aceh hingga 2027.
AJAR meminta Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Provinsi Aceh untuk menjalankan rekomendasi yang tercantum dalam Peulara Damèe, melalui langkah-langkah mendesak, berupa:
- Menyusun kebijakan resmi mengenai reparasi agar pemenuhan reparasi atau pemulihan hak korban secara mendesak dan komprehensif dapat dilaksanakan dengan segera, termasuk mengembangkan mekanisme reparasi mendesak bagi korban kekerasan seksual yang membutuhkan penanganan khusus;
- Melakukan inventarisasi situs peristiwa pelanggaran HAM dan membuat memorialisasi resmi, berupa peringatan dan monumen dengan narasi kebenaran untuk memperingati peristiwa bersejarah di Aceh;
- Mengintegrasikan laporan temuan KKR Aceh dalam penyusunan kurikulum HAM, perdamaian dan pengetahuan tentang konflik Aceh dalam pendidikan formal dan keagamaan di Aceh sebagai bagian dari pembelajaran lintas generasi dan pengetahuan bagi generasi muda. Lebih lanjut, temuan kebenaran ini juga dapat menjadi arsip dikembangkan lebih jauh untuk pembentukan situs nurani di Aceh serta museum HAM dan perdamaian sebagai wujud pembelajaran di tingkat Aceh, nasional dan kawasan Asia-Pasifik;
- Melakukan tindakan hukum kepada para pihak yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap hukum HAM internasional dengan membentuk pengadilan HAM ad hoc, termasuk segera menindaklanjuti penyelidikan pro justitia terhadap empat kasus yang telah diselidiki oleh Komnas HAM (Kasus Rumoh Geudong, Jambo Keupok, Simpang KKA dan Timang Gajah).
AJAR juga menyerukan kepada kepada masyarakat internasional untuk memberikan apresiasi kepada KKR Aceh dan masyarakat Aceh atas peluncuran laporan temuan ini dan turut mendorong diseminasi laporan temuan sebagai sumbangsih bagi mekanisme pemenuhan keadilan korban pelanggaran HAM, baik di Indonesia maupun di kawasan Asia-Pasifik.
Informasi lebih lanjut: Manajer Program AJAR Indonesia: Mulki Makmun | mmakmun@asia-ajar.org
English version of this press release can be accessed here: https://asia-ajar.org/press-release/indonesia-aceh-trc-findings-report-peulara-damee-reveals-the-truth-and-acknowledges-crimes-against-humanity/